MENGAPA
PEREMPUAN MENYUKAI BOYSLOVE?
Genre Boys
Love atau kisah cinta antara dua orang laki-laki memang telah santer
dibicarakan di media sosial sejak lama. Kemunculan genre ini pada awalnya
berasal dari Jepang yang menyebut dengan Yaoi. Yaoi
merupakan singkatan dari frasa Jepang 「ヤマなし、オチなし、意味なし」 (yama nashi, ochi
nashi, imi nashi), seringkali
diterjemahkan menjadi "tidak ada klimaks, tidak ada poin, tidak ada
permasalahan." Istilah ini muncul dan pertama kali digunakan di Jepang,
barangkali sejak awal 1970-an, untuk mendeskripsikan doujinshi berisi parodi humor dan aneh; namun kemudian merujuk
hanya pada materi homoseksual antarlelaki yang eksplisit secara seksual. Yaoi
bukan istilah umum di Jepang; melainkan hanya spesifik bagi subkultur otaku.
Kebanyakan orang Jepang menyebut genre ini lebih ke BL (Boys Love) dan istilah Yaoi menjadi tidak populer lagi di Jepang
sendiri.
Tidak selalu tentang erotisme. Sederhananya,
ada dua kelas dari genre Boys Love. Yang pertama adalah
yang lembut dan ringan, biasanya tersamar sebagai persahabatan yang
"lebih", lebih dikenal dengan shounen ai. Untuk
subgenre ini tidak ada bersentuhan kulit secara berlebihan. Versi yang lebih
berat dan mengarah ke erotisme dikenal dengan yaoi. Salah
satu dari kedua laki-laki kasmaran itu akan 'berperan' menjadi perempuan,
biasanya yang karakter maskulinitas lebih 'lemah', tapi sejujurnya tidak
selalu seperti itu. Ada juga ceritanya hanya berkisar tentang pergolakan batin
saja, perasaan, dan yang saya suka adalah kerumitan kisah cintanya lebih
kompleks, lebih intens. Romantisme yang jarang atau bahkan beberapa
plot hampir tidak mungkin ditemukan di komik romansa biasa.
Lalu, mengapa kebanyakan penyuka genre ini adalah
para perempuan?
Ada sebutan bagi para perempuan yang menyukai genre Boys Love, yaitu Fujoshi (Joshi:
Perempuan) yang dimana apabila diartikan menjadi ‘Perempuan Busuk’. Sebenarnya,
ada banyak laki-laki yang menyukai kisah dengan genre seperti ini. sebutan bagi
mereka adalah Fudanshi (Danshi: Laki-laki) Hanya saja,
kebanyakan dari mereka cenderung menyembunyikan kesukaan mereka dan hanya
menikmati hal seperti ini sebagai hobi ‘rahasia’. Ada banyak anggapan yang
timbul ketika laki-laki menyukai genre Boys
Love, yang paling umum adalah anggapan bahwa si penyuka genre itu juga
seorang gay, makanya mereka lebih senang menyembunyikan kesukaan mereka akan
genre ini. Di kalangan wanita, sebenarnya juga banyak yang tidak mau jika
kesukaan mereka akan genre ini terekspos. Maka dari itu, mereka bersembunyi di
balik akun media sosial yang tidak mengekspos identitas asli mereka.
Alasan pertama mengapa wanita menyukai Boys Love, wanita suka berkompetisi.
Dalam genre yaoi, tidak perlu ada
kompetisi atau mungkin membandingkan diri dengan tokoh utama cewek (karena kita
naksir tokoh cowoknya), Karena tidak ada
tokoh cewek untuk dibandingkan. Alasan kedua adalah idealisme. Dalam genre yaoi, cowok-cowoknya nyaris sempurna.
Memang ada beberapa cacat, tapi semuanya diusahakan terlihat tampan/memesona.
Dalam yaoi juga tidak banyak
pengakuan cinta. Alasan ketiga, karena dua lebih baik daripada satu saja. Dua
orang cowok tampan lebih baik daripada satu.
Sebagian besar yaoi
dibuat oleh perempuan, dan untuk perempuan. Setidaknya seorang antropolog
menyebutkan bahwa yaoi adalah sebuah
produk persilangan antara dua budaya tabu yang cukup universal: homoseksualitas
dan kebebasan perempuan atas ekspresi seksual. Isi yaoi beragam mulai dari situasi romantis dengan materi dewasa yang
sedang hingga subgenre yang mengandung fetishisme, meliputi cosplay,
seks tidak konsensual, monster, inses, shotacon (semacam pedofilia yang suka
anak cowok imut yang masih di bawah umur), dan ilustrasi-ilustrasi tabu lain
yang beragam mengenai homoseksualitas. Namun tetap saja, konten yang mengandung
tag fetishisme tidak banyak dinikmati oleh para penggemar yaoi, hanya sebagian kecil saja yang menyukai tag seperti itu.
Ada banyak alasan lain mengapa perempuan lebih
banyak menyukai genre yaoi daripada
laki-laki sendiri. Misalnya, seorang perempuan tidak suka melihat sebuah
tayangan ketika tokoh wanita dalam film menjadi teraniaya, atau tampak lemah.
Sebaliknya, akan menjadi lebih menegangkan apabila dua orang laki-laki yang
melakukannya. Karena meski salah satu pihak tidak se-maskulin pihak satunya,
dia tetap seorang laki-laki yang akan melawan. Lalu pendapat lainnya mengatakan
jika mereka tidak peduli dengan yaoi,
ini semua hanya masalah selera. Selama plotnya menarik, maka tidak ada batasan
untuk menikmati genre apa saja. Lantas, mengapa perempuan menyukai yaoi?
Ya karena masalah selera. Selesai.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar