MONSTER
Pelan namun pasti, Edgar membunuh nuraninya sendiri. Menusuk
berkali-kali dengan pisau bernama “resiko menjadi komandan”. Saat dihadapkan
pada situasi yang teramat sulit, tak ada lagi tabir yang mengaburkan
keputusannya. Segalanya terasa amat jelas, bahkan ketika pilihan itu hanya akan
membunuh tentara-tentaranya.
‘Kalian semua akan
mati karena aku’
Darah para prajurit menodai kaki.
Edgar adalah monster untuk dirinya sendiri.
Saat ia mulai merasa mati rasa melihat prajuritnya meregang
nyawa demi menjalankan perintahnya, di sanalah Dean berperan sebagai
katalisator. Menyadarkannya, bagaimana rasanya pedih kehilangan. Menghidupkan sisi
kemanusiaannya. Bagi Edgar dan Dean, kala di mana maut hanya berjarak sejengkal
dari mereka, yang mereka lakukan hanyalah devosi abadi untuk saling melindungi.
Berjuang bertahan hidup, adalah bentuk afeksi yang mereka pilih. Membawa sisi
lain dari seorang Edgar –yang hanya ia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya—menuju
ke permukaan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar