Selasa, 31 Desember 2019


MONSTER

Pelan namun pasti, Edgar membunuh nuraninya sendiri. Menusuk berkali-kali dengan pisau bernama “resiko menjadi komandan”. Saat dihadapkan pada situasi yang teramat sulit, tak ada lagi tabir yang mengaburkan keputusannya. Segalanya terasa amat jelas, bahkan ketika pilihan itu hanya akan membunuh tentara-tentaranya.

‘Kalian semua akan mati karena aku’

Darah para prajurit menodai kaki.

Edgar adalah monster untuk dirinya sendiri.

Saat ia mulai merasa mati rasa melihat prajuritnya meregang nyawa demi menjalankan perintahnya, di sanalah Dean berperan sebagai katalisator. Menyadarkannya, bagaimana rasanya pedih kehilangan. Menghidupkan sisi kemanusiaannya. Bagi Edgar dan Dean, kala di mana maut hanya berjarak sejengkal dari mereka, yang mereka lakukan hanyalah devosi abadi untuk saling melindungi. Berjuang bertahan hidup, adalah bentuk afeksi yang mereka pilih. Membawa sisi lain dari seorang Edgar –yang hanya ia tunjukkan pada orang-orang terdekatnya—menuju ke permukaan.

Sabtu, 07 Desember 2019


MENGAPA PEREMPUAN MENYUKAI BOYSLOVE?



Genre Boys Love atau kisah cinta antara dua orang laki-laki memang telah santer dibicarakan di media sosial sejak lama. Kemunculan genre ini pada awalnya berasal dari Jepang yang menyebut dengan Yaoi. Yaoi merupakan singkatan dari frasa Jepang 「ヤマなし、オチなし、意味なし」 (yama nashi, ochi nashi, imi nashi), seringkali diterjemahkan menjadi "tidak ada klimaks, tidak ada poin, tidak ada permasalahan." Istilah ini muncul dan pertama kali digunakan di Jepang, barangkali sejak awal 1970-an, untuk mendeskripsikan doujinshi berisi parodi humor dan aneh; namun kemudian merujuk hanya pada materi homoseksual antarlelaki yang eksplisit secara seksual. Yaoi bukan istilah umum di Jepang; melainkan hanya spesifik bagi subkultur otaku. Kebanyakan orang Jepang menyebut genre ini lebih ke BL (Boys Love) dan istilah Yaoi menjadi tidak populer lagi di Jepang sendiri.
Tidak selalu tentang erotisme. Sederhananya, ada dua kelas dari genre Boys Love. Yang pertama adalah yang lembut dan ringan, biasanya tersamar sebagai persahabatan yang "lebih", lebih dikenal dengan shounen ai. Untuk subgenre ini tidak ada bersentuhan kulit secara berlebihan. Versi yang lebih berat dan mengarah ke erotisme dikenal dengan yaoi.  Salah satu dari kedua laki-laki kasmaran itu akan 'berperan' menjadi perempuan, biasanya yang karakter maskulinitas lebih 'lemah', tapi sejujurnya tidak selalu seperti itu. Ada juga ceritanya hanya berkisar tentang pergolakan batin saja, perasaan, dan yang saya suka adalah kerumitan kisah cintanya lebih kompleks, lebih intens. Romantisme yang jarang atau bahkan beberapa plot hampir tidak mungkin ditemukan di komik romansa biasa.
Lalu, mengapa kebanyakan penyuka genre ini adalah para perempuan?
Ada sebutan bagi para perempuan yang menyukai genre Boys Love, yaitu Fujoshi (Joshi: Perempuan) yang dimana apabila diartikan menjadi ‘Perempuan Busuk’. Sebenarnya, ada banyak laki-laki yang menyukai kisah dengan genre seperti ini. sebutan bagi mereka adalah Fudanshi (Danshi: Laki-laki) Hanya saja, kebanyakan dari mereka cenderung menyembunyikan kesukaan mereka dan hanya menikmati hal seperti ini sebagai hobi ‘rahasia’. Ada banyak anggapan yang timbul ketika laki-laki menyukai genre Boys Love, yang paling umum adalah anggapan bahwa si penyuka genre itu juga seorang gay, makanya mereka lebih senang menyembunyikan kesukaan mereka akan genre ini. Di kalangan wanita, sebenarnya juga banyak yang tidak mau jika kesukaan mereka akan genre ini terekspos. Maka dari itu, mereka bersembunyi di balik akun media sosial yang tidak mengekspos identitas asli mereka.
Alasan pertama mengapa wanita menyukai Boys Love, wanita suka berkompetisi. Dalam genre yaoi, tidak perlu ada kompetisi atau mungkin membandingkan diri dengan tokoh utama cewek (karena kita naksir tokoh cowoknya),  Karena tidak ada tokoh cewek untuk dibandingkan. Alasan kedua adalah idealisme. Dalam genre yaoi, cowok-cowoknya nyaris sempurna. Memang ada beberapa cacat, tapi semuanya diusahakan terlihat tampan/memesona. Dalam yaoi juga tidak banyak pengakuan cinta. Alasan ketiga, karena dua lebih baik daripada satu saja. Dua orang cowok tampan lebih baik daripada satu.
Sebagian besar yaoi dibuat oleh perempuan, dan untuk perempuan. Setidaknya seorang antropolog menyebutkan bahwa yaoi adalah sebuah produk persilangan antara dua budaya tabu yang cukup universal: homoseksualitas dan kebebasan perempuan atas ekspresi seksual. Isi yaoi beragam mulai dari situasi romantis dengan materi dewasa yang sedang hingga subgenre yang mengandung fetishisme, meliputi cosplay, seks tidak konsensual, monster, inses, shotacon (semacam pedofilia yang suka anak cowok imut yang masih di bawah umur), dan ilustrasi-ilustrasi tabu lain yang beragam mengenai homoseksualitas. Namun tetap saja, konten yang mengandung tag fetishisme tidak banyak dinikmati oleh para penggemar yaoi, hanya sebagian kecil saja yang menyukai tag seperti itu.
Ada banyak alasan lain mengapa perempuan lebih banyak menyukai genre yaoi daripada laki-laki sendiri. Misalnya, seorang perempuan tidak suka melihat sebuah tayangan ketika tokoh wanita dalam film menjadi teraniaya, atau tampak lemah. Sebaliknya, akan menjadi lebih menegangkan apabila dua orang laki-laki yang melakukannya. Karena meski salah satu pihak tidak se-maskulin pihak satunya, dia tetap seorang laki-laki yang akan melawan. Lalu pendapat lainnya mengatakan jika mereka tidak peduli dengan yaoi, ini semua hanya masalah selera. Selama plotnya menarik, maka tidak ada batasan untuk menikmati genre apa saja. Lantas, mengapa perempuan menyukai yaoi?
Ya karena masalah selera. Selesai.

World History

MONSTER Pelan namun pasti, Edgar membunuh nuraninya sendiri. Menusuk berkali-kali dengan pisau bernama “resiko menjadi komandan”. Saat...